"kami saling mencintai dan itu tidak bisa dipungkiri. Ingkaran mana pun tak akan dapat mematahkan teori kami berdua, karena kami adakah simbol sama dengan. Kami adalah equivalen yang valid" - Perbandingan Vertikal, 2009.
Apakah anda bisa membaca pikiran saya saat ini? Entah apa yang ada dibenak saya malam ini. Saya masih saja mengutak-atik 'logika cinta' itu. Saya cinta dia. Dan hal ini yang tidak bisa saya ingkari. Gampangnya rumus logika matematika yang dengan seenaknya menangkal sebuah jawaban. Saya cinta kamu maka kamu cinta saya, berubah menjadi saya tidak cinta kamu, maka kamu tidak cinta saya. Semuanya akibat negasi. Tapi saya pikir itu impas. Sama-sama saling tidak mencintai. Coba kita lihat rumus zaman Sekolah Menengah ini. Kalau tidak salah bentuknya seperti ini:
P -> q invers ~p -> ~q
Itu adalah logika matematika. Lalu bagaimana logika cinta yang sering saya putar balikkan? Apa benar cinta itu tak berlogika? Lalu bagaimana dengan logika cinta? Perasaan tak semudah itu dinegasikan. Hal yang menakutkan adalah ketika salah satu ternegasikan: ~p -> q atau p -> ~q
Ini bukan permasalahan utamanya. Masalah utamanya adalah kamu sering membanding-bandingkan kecintaanmu dengan Tuhanmu dengan kecintaanmu kepadaku. Itu jelas dua hal yang berbeda. Ini bukan suatu tindakan syirik yang selama ini kamu tudingkan pada dirimu sendiri. Tuhan mencintai orang yang saling mencintai. Jadi , jika kamu takut sebelum 'bersaing' dengan Tuhan, itu adalah permulaan yang baik. Tuhan tidak takut bersaing dengan siapa pun, karena dia sang Pencipta dan kamu adalah ciptaannya. Dia akan selalu menjadi pemenang tunggal, sayang.
Dan saat ini yang terpenting adalah kata-kata ini:
Aku cinta padamu, cukup saya yang tahu.Kalian semua tidak perlu tahu. Apa lagi dia. Jangan beritahu dia.
Stttt. Jangan pernah.
04 Agustus 2010
Tulisan yang tertunda