March 24, 2013

Pancasila-ku Pancasila-mu Pancasila Indonesia



Negeri ini unik. Tak ada negara lain di dunia ini yang berideologikan sama seperti Indonesia. Pancasila, begitulah ia disebut. Sang pengemban lima prinsip dasar negeri ini. Ya, satu-satu di dunia dan kita patut bangga dengan itu. Namun, apakah cukup dengan hanya sekedar bangga?

Setiap kali upacara bendera, secara berjamaah kita melafalkan Pancasila dengan lantang di bawah teriknya sinar matahari. Persis seperti burung beo, kita hanya menirukan apa yang diucapkan oleh tuannya. Seiring dibubarkannya barisan, bubar pulalah hafalan. Hal itu terjadi pula pada hari-hari peringatan Pancasila, hari kelahiran Pancasila (1 Juni) dan hari kesaktiannya (1 Oktober). Upacara peringatan itu acapkali dianggap sebagai seremonial yang hambar. Setelah kurang lebih 12 tahun kita melafalkan tiap butir Pancasila, agaknya muncul pertanyaan, sudahkah kita paham akan makna dari Pancasila itu sendiri? Apakah semua itu hanya dianggap sekedar formalitas belaka?

Belum lagi ditambah dengan pelajaran kewarganegaraan. Pancasila disebut-sebut sepanjang kelas berlangsung hingga di atas kertas ujian. Namun, selama 12 tahun itu, rasa-rasanya Pancasila hanya sebuah kata tanpa makna. Kita hanya sekedar hafal, tak pernah berusaha untuk paham. Ia masih berupa onggokan ideologi mentah yang tak terjamah secara langsung. 

Lalu, apa itu pancasila? Di mana keberadaannya sekarang? Pancasila tidak kemana-mana. Ia ada di mana-mana. Ada di dalam pembukaan UUD, dalam pidato, dalam buku pelajaran, dan tergantung dalam bungkus figura cantik di kantor-kantor publik. Namun dalam realita, ia lebih banyak dikhianati tanpa rasa dosa[1]. Jadi, masih adakah Pancasila itu?

Yang kita tahu, Pancasila merupakan pedoman utama kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia. Namun, Pancasila bukan hanya menjadi landasan kebangsaan dalam artian sempit. Di sisi lain, ia juga menjadi identitas bangsa sekaligus perekat keragaman agama, budaya dan etnis yang ada di negeri ini.

Pancasila membentuk identitas bangsa yang tidak sekuler maupun totaliter. Kebebasan agama dijamin hingga semangat gotong royong turut dipupuk dalam perbedaan. Ia menjadi titik temu bagi perbedaan-perbedaan tersebut, karena memang ia dirumuskan dengan melihat kenyataan bahwa Indonesia memiliki masyarakat yang majemuk.

Sudah sepatutnya kita berterimakasih kepada para founding fathers yang telah memilih jalan tengah ini. Hal ini dianggap sebagai bentuk penolakan terhadap pilihan menjadi negara sekular atau negara agama dengan menjatuhkan pilihan sebagai negara Pancasila. Toh, negeri ini tetap beragama tanpa harus berlandaskan syariat agama tertentu.

Mengutip tulisan seorang Ahmad Wahib, Pancasila itu adalah pedoman bersama, bukan pedoman pribadi…Pancasila dihubungkan dengan kehidupan pribadi oleh agama/ajaran. Pancasila ada karena ada agama atau ajaran yang hidup pada pribadi-pribadi manusia Indonesia. Dan bukan sebaliknya agama-agama atau ajaran-ajaran itu hidup dalam pribadi-pribadi karena adanya Pancasila…. Pancasila adalah bendera bersama[2]

Pada zaman orde baru, Pancasila sempat berubah fungsi dari sign of unity (simbol persatuan) menjadi sign of authority (simbol kekuasaan). Orang-orang terdahulu dicekoki Pancasila dengan penafsiran yang seragam. Namun, kini ketika kita diberi kebebasan untuk menginterpretasi, yang ada kita justru melenceng dari pakemnya. Kemana perginya semangat-semangat persatuan yang tertuang dalam Pancasila itu? Harus diakui, kita goyah.

Beberapa tahun belakangan ini pula, kita banyak mendengar isu-isu tentang beberapa alternatif pengganti Pancasila. Namun, apa urgensinya hingga ideologi negeri ini harus diganti? Hal ini justru semakin menunjukkan Pancasila tak ada artinya selama ini. Ia dipaksa lengser. Para oportunis itu justru berlomba-lomba menggolkan ideologi kelompoknya masing-masing. Egois? Sudah barang tentu, tapi apa itu yang diajarkan oleh Pancasila?

Menurut Gus Dur, dalam tulisannya yang berjudul 'Negara Berideologi Satu Bukan Dua', saat ini terjadi penyempitan pandangan mengenai Pancasila demi melanggengkan kekuasaan kelompok-kelompok tertentu. Ideologi negara kita sampai saat ini ya cuma satu dan sampai kapan pun akan tetap satu[3]. Sebenarnya sudah tak perlu lagi ada perdebatan mengenai Pancasila. Ia telah lama diterima dengan penuh kesadaran sebagai dasar filosofi negara. Kini yang menjadi Pekerjaan Rumah kita adalah menerjemahkan nilai-nilai luhur Pancasila ke dalam kehidupan secara konkret. Bukan lagi memperdebatkannya secara teoritis.

Namun, pertanyaan selanjutnya adalah apakah Pancasila masih relevan dengan zaman? Apakah ia masih sanggup bertahan di tengah-tengah gempuran budaya global? Ataukah kita harus mundur dan menutup diri dari dunia luar?

Di era globalisasi ini peran Pancasila justru dibutuhkan untuk menjaga eksistensi identitas bangsa. Sebagai dasar negara, Pancasila harus menjadi rujukan utama dalam menghadapi tantangan global yang terus berkembang. Globalisasi banyak memberikan dampak yang positif dalam memperluas wawasan pengetahuan dan mempererat hubungan antar bangsa. Kolaborasi antar globalisasi dan nilai-nilai Pancasila justru akan memperkokoh kepercayaan diri dan identitas bangsa kita di mata dunia.

Kita sebagai bagian dari masyakarat global juga harus pintar dalam memilah nilai-nilai yang sesuai dengan Pancasila, karena tak semua budaya global itu cocok dengan kultur kita. Globalisasi banyak juga membawa pengaruh negatif yang dapat merusak moral bangsa dan eksistensi kita sebagai sebuah negeri yang menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi. Sejauh ini memang Pancasila-lah yang terbaik bagi negeri ini, karena ia ditakdirkan tercipta untuk aku, kamu dan Indonesia. Garuda Pancasila, akulah pendukungmu!
           




[1] Maarif, Ahmad Syafii, 3 April 2010, “Buruh Serabutan dan Skandal Century” Kompas, http://nasional.kompas.com/read/2010/04/03/03474875/Buruh.Serabutan.dan.Skandal.Century
[2] Wahib, Ahmad, “Pancasila: Pedoman Bersama” dalam Buku Pergolakan Pemikiran Islam: Catatan Harian Ahmad Wahib.
[3] Wahid, Abdurrahman, 2005, “Negara Berideologi Satu Bukan Dua” dalam Buku Islamku Islam Anda Islam Kita: Agama Masyarakat Negara Demokrasi

lomba blog pusaka indonesia 2013

No comments:

Post a Comment